Rabu, 21 Juli 2010

Rekayasa Genetika

The Best Business
Makalah Gratis
Unbari
Unja
Menurut data statistik pertambahan penduduk Indonesia pada tahun 2008 mencapai 230 juta jiwa, sehingga diprediksi pada tahun 2025 jumlah penduduk mencapai 280 juta jiwa. Melihat lonjakan pertambahan penduduk Indonesia bila dibandingkan dengan tingkat produksi pangan yang dihasilkan, rasanya sulit untuk mengejar target kebutuhan pangan penduduk, apalagi dengan kondisi produksi dan keadaan lahan yang tersedia saat ini tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pangan pada beberapa tahun ke depan. Ditambah dengan krisis ekonomi yang melanda dunia akhir-akhir ini sangat mempengaruhi ketersediaan pangan tersebut. Ancaman krisis pangan dan kelaparan sudah di depan mata, sehingga pemerintah harus mendorong peningkatan laju produksi pangan khususnya padi. Dampak dari tidak seiringnya peningkatan produksi pangan dengan tingkat pertumbuhan penduduk, sehingga memacu pemerintah untuk melakukan inovasi-inovasi baru terkait upaya mendongkrak produksi. Pengembangan bidang pertanian secara konvensional selama ini diyakini dapat memberikan peran dalam usaha-usaha pertanian petani Indonesia, ternyata menghadapi sandungan. Selain manfaat yang diperoleh lambat juga munculnya kemajuan di bidang pertanian berbasis bioteknologi kelihatan lebih menjanjikan dan memberikan harapan dimasa depan.
Bioteknologi di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak era 20 tahun yang lalu. Sejumlah sifat yang dapat direkayasa pada tanaman seperti sifat biotik (ketahanan terhadap hama dan penyakit, perbaikan mutu, atau merubah tampilan suatu tanaman seperti warna bunga dan tinggi tanaman). Sedangkan sifat abiotik seperti toleran terhadap kekeringan, suhu dingin, salinitas tinggi, kadar alumunium tinggi dan toleran terhadap rendaman. Status penelitian bioteknologi khususnya tanaman pada saat ini sudah dimulai dari penelitian di laboratorium, rumah kaca dengan fasiltas uji terbatas (khusus untuk tanaman hasil rekayasa genetika), bahkan ada yang sudah berada pada tahap uji lapangan terbatas. Teknik biologi molekuler yang diterapkan pada tanaman padi dapat dimanfaatkan untuk karakterisasi dan perbaikan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik.

Pembahasan

            Penelitian Padi Transgenik
Penelitian mengenai padi transgenik, salah satunya dilaksanakan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang saat ini telah berada di lapangan uji terbatas (LUT) dan bekerja sama dengan Balai Penelitian Padi Sukamandi. Sifat padi yang direkayasa adalah ketahanan terhadap hama penggerek batang dengan cara mengintroduksikan gen cry dengan cara aplikasi teknologi DNA dan mengekspresikannya dalam jaringan tanaman, meskipun sampai saat ini belum ada varietas padi Bt yang siap dijual kepada petani (Marfä et al., 2002) namun melalui teknologi DNA, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, telah berhasil menginsersikan gen cry1Ab yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis ke dalam genom padi cv. Rojolele. Gen ini menghasilkan kristal protein yang bersifat toksik terhadap Lepidoptera, namun tidak berbahaya bagi manusia (Hofte & Whiteley, 1989). Sampai saat ini, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI telah berhasil memperoleh satu galur padi tahan hama penggerek generasi yang mengandung gen cry1Ab penyandi kristal protein yang sedang diuji efikasinya pada lapangan terbatas, yang merupakan pengujian lapangan tanaman transgenik pertama di Indonesia hasil litbang nasional (Laporan Teknis Kegiatan Penelitian Bioteknologi, 2004). Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan terutama untuk memperoleh galur baru yang tahan hama khususnya penggerek batang yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi padi nasional sehingga cita-cita untuk kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Penelitian untuk pencarian gen interes lain (gene discovery) juga telah dilaksanakan di Puslit Bioteknologi, LIPI dengan mengidentifikasi dan mengisolasi gen-gen bermanfaat yang bertanggung jawab pada pembentukan fenotip tertentu dalam upaya mempercepat meningkatkan kualitas padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perpustakaan padi mutan yang mengandung transposon Ds pembawa gene-trap. Diharapkan nantinya dapat diproduksi populasi padi mutan stabil membawa sifat/gen tertentu siap diskrining untuk berbagai keperluan termasuk kekeringan dan rendaman.

2.2.    ANALISIS RESIKO PRODUK REKAYASA GENETIKA
Meskipun teknologi rekayasa genetika telah diketahui memiliki potensi dalam perbaikan nutrisi, peningkatan hasil, dan keuntungan–keuntungan lainnya, tanaman hasil rekayasa genetika (produk transgenik) telah memicu berbagai berita yang menarik sekaligus kontroversial. Dari hasil penanaman tanaman transgenik toleran terhadap virus, serangga dan terhadap gulma telah mampu meningkatkan hasil sebanyak 5% sampai 10%. Pandangan dan persepsi masyarakat terhadap tanaman transgenik bervariasi, terdapat kelompok pro dan kontra.
Dukung mendukung antara pihak yang pro dan kontra bertambah intens dan meluas dengan ikut berperannya media massa. Salah satu yang menjadi perdebatan sengit adalah kekhawatiran sebagian masyarakat akan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup akibat pelepasan tanaman transgenik. Kekhawatiran tersebut antara lain apakah pangan produk rekayasa genetika dapat berbahaya terhadap kesehatan dan menyebabkan terganggunya ekosistem. Sedangkan untuk uji keamanan pangan sedang dipersiapkan sesuai dengan pedoman pengkajian keamanan pangan produk rekayasa genetik yang telah disahkan sejak tahun 2008 oleh Badan POM. Upaya membangun kepercayaan publik dalam pemanfaatan produk rekayasa genetika memerlukan usaha yang cukup serius dari pihak pemerintah, mengingat masih rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan publik mengenai hal ini. Sebelumnya penemuan-penemuan varietas unggul baru melalui proses teknologi pemuliaan konvensional tidak pernah mendapat reaksi negatif yang serius dari masyarakat petani, maupun masyarakat konsumen pada umumnya. Sedangkan varietas unggul baru dari produk GMO mendapat reaksi yang keras dan beragam dari berbagai kalangan yang mengkhawatirkan dampak negatif terhadap keamanan hayati. Reaksi yang muncul dari masyarakat tersebut cukup baik asalkan tidak berlebihan dan masih melalui prosedur yang semestinya. Pada tahun 2006 luasan pertanaman biotek meningkat tajam sehingga melebihi 100 juta hektar sedangkan jumlah petani yang menanam tanaman biotek mencapai 10,3 juta orang petani, sehingga melebihi perkiraan sebelumnya yang hanya mendekati angka 10 juta orang. Komersialisasi tanaman biotek dan perluasan global area penanaman tanaman biotek merupakan peningkatan yang pertama kalinya dalam sejarah era bioteknologi tanaman



             Dalam mencermati perkembangan teknologi rekayasa genetika saat ini, perlu diterapkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) yang sesuai dengan Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati dan keselamatan keanekaragaman hayati dari suatu negara. Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati terbesar di dunia perlu menerapkan prinsip kehati-hatian ini dalam melepas setiap produk GMO baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri sendiri, supaya upaya untuk memerangi kelaparan dan kekurangan gizi serta mengatasi kemiskinan dapat segera diwujudkan. Berdasarkan sikap kehati-hatian yang harus dilaksanakan oleh setiap negara yang telah meratifikasi Protokol Cartagena maka kemungkinan timbulnya resiko dapat diatasi dengan melakukan penanganan dan pengujian sesuai dengan aturan yang berlaku di setiap negara.
             Prinsip kehati-hatian untuk penggunaan produk bioteknologi baik sebagai bahan pangan, pakan atau untuk obat-obatan harus bersumber pada persepsi risiko yang dapat diterima (acceptable risk). Dilihat dari manfaat dan risiko produk bioteknologi yang beragam maka juga diperlukan kesediaan untuk menerima resiko itu sendiri, oleh karena itu yang terpenting adalah mencari solusi bagaimana prinsip kehati-hatian tersebut diterjemahkan ke dalam undang-undang, kebijakan dan praktek pengelolaan manfaat dan risiko (Soemarwoto, 2002). Jika kita ingin mengadopsi suatu teknologi baru tentu saja tidak mungkin tanpa resiko sama sekali, pekerjaan yang sederhana saja pasti mengandung suatu resiko. Yang terpenting dari semuanya itu adalah bagaimana menyikapi dan mengantisipasi resiko yang muncul tersebut seminimal mungkin. Dalam hal inilah prinsip kehati-hatian diperlukan sebelum produk bioteknologi itu dilepas ke lingkungan atau dikonsumsi sebagai bahan makanan, obat atau pakan ternak. Beberapa sifat negatif dari PRG (produk rekayasa genetika) yang dihawatirkan oleh sebagian masyarakat seperti sifat alergen, perpindahan gen (transfer gen) dan sifat yang menimbulkan ketahanan pada organisme non target. Namun dari hasil penelitian para ahli dan pengujian analisis resiko terhadap beberapa PRG yang telah dilepas, terbukti bahwa kekhawatiran yang muncul tersebut tidak beralasan, karena apabila
PRG yang telah diuji tersebut memiliki sifat-sifat yang tidak aman untuk dikonsumsi terutama oleh manusia maka PRG itu tidak akan dibiarkan lepas ke lingkungan dan apabila tujuannya untuk ditanam dan tidak diizinkan dijual di pasaran apabila PRG itu akan dikonsumsi.

2.3.   Confirms ketahanan tanaman ransgenik tahan hama target
Steele ditentukan kandidat gen yang akan digunakan dalam proses transformasi, pekerjaan selanjutnya dapat diserahkan ke disiplin ilmu lain seperti
kultur jaringan dan biologi molekuler. Peran ahli serangga (entomolog) diperlukan
kembali apabila tim transformasi telah mendapatkan tanaman putative transformant. Ahli serangga diperlukan untuk menentukan kemampuan gen yang
terekspresi pada tanaman transgenic dalam menahan perkembangan hama target (McManus dan Burgess 1995; Graham et al. 1997). Pada kasus-kasus tertentu, meskipun transgen (gen yang diintroduksi ke tanaman) telah terekspresi pada level yang tinggi pada tanaman  transgenik, namun keberadaannya belum mampu menghambat pertumbuhan hama target (Nandi et al. 1999). Setelah dilakukan pengujian di laboratorium dan rumah kaca, penelitian dilanjutkan di lapangan (uji terbatas pada daerah terisolasi) untuk mengetahui penampilan tanaman transgenik di lapangan (Delanay et al. 1989; Koziel et al. 1993). Pengaruh tanaman transgenic terhadap hama target dan nontarget terutama musuh alaminya (Hoffmann et al. 1992; Pilcher et al. 1997) juga harus diketahui untuk memenuhi persyaratan sebelum tanaman transgenik dilepas, dan juga sebagai bahan dalam perakitan paket pengendalian hama terpadu (PHT) tanaman transgenik yang akan dilepas tersebut.

Perakitan teknologi PHT tanaman transgenik
Peran entomolog selanjutnya diperlukanm dalam menentukan paket sistem bercocok tanam tanaman transgenik tahan hama. Entomolog diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara memantau hama yang dapat dilakukan oleh petani. Pemantauan ini penting untuk menentukan perlu atau tidaknya petani menyemprot pestisida untuk mengendalikan hama pada pertanaman tersebut. Monitoring juga perlu dilakukan pada musuh alami hama yang terdapat pada ekosistem pertanaman tanaman transgenik itu. Sebagai contoh, sistem paket penanaman kentang transgenik yang mengandung gen cry 3A telah diajukan oleh Fieldman dan Stone (1997).

Artikel Yang Perlu Anda Baca



0 komentar: